Title : Still
Author : Xiao Li/ @dhynakim10
Main Cast :
- SNSD’s Jessica as Jung Sooyeon
- EXO-K’s Kai as Kim Jongin
- EXO-M’s Luhan as Xiao Luhan
Support Cast :
- SNSD’s YoonA as Im Yoona
- f(x)’s Victoria as Song Qian
- EXO-K’s Sehun as Oh Sehun
- SNSD’s Yuri as Kwon Yuri
- JYJ’s Jaejoong as Kim Jaejoong
- SNSD’s Tiffany as Jung Miyoung
- SNSD’s Seohyun as Seo Joohyun (Seohyun)
- etc
Genre : Angst, Family, Romance, Friendship
Length : Series
Note : Final chapter! Kok cepat? Karena aku udah kehabisan ide buat FF ini. Lagi pula, jika di tambah dengan FF 2 versi sebelumnya, itu udah melengkapi FF ini, bukan? So, I hope you can enjoy for this final chapter.
>>>
Jongin berada di dalam sebuah pesawat dan duduk tepat di samping Yoona. Matanya terus mengamati gumpalan awan putih dari jendela kaca di sampingnya. Sedari tadi ia tak mengeluarkan satu katapun. Yang ada di pikirannya saat ini adalah pernyataan istrinya sebelum kepulangan mendadaknya menuju Seoul.
“Jangan terlalu berharap, Jongin-ssi. Aku sudah tidak mencintaimu lagi!”
“Oppa, apa kau baik-baik saja?,” tanya Yoona.
Jongin tidak menjawab. Ia masih memandang keluar jendela kaca.
Yoona menggenggam tangan Jongin. Hal itu berhasil membuat Jongin tersadar kembali dan menatap Yoona.
“Oppa, Sooyeon eonni bukanlah yang terbaik untukmu. Masih ada aku yang mencintaimu,” ucap Yoona.
Jongin melepaskan tangan Yoona dari tangannya. Ia beralih menatap langit-langit pesawat.
“Mengapa penyesalan selalu datang di akhir, Yoona-ah?,” tanya Jongin.
Yoona ikut menatap langit-langit pesawat, “Mungkin karena itu adalah takdir,” jawabnya.
“Aku masih mencintainya. Dan aku menyesal telah menyakitinya,” lirih Jongin.
Yoona menatap Jongin dalam. Sebesar itukah rasa cintamu padanya? Lalu bagaimana denganku?, batinnya.
>>>
“Sooyeon-ah, berhentilah menangis,” ucap Qian—seraya memeluk Sooyeon erat.
“Aku menyesal, Qian. Aku menyesal,” ucap Sooyeon, “Seharusnya aku tak mengatakan seperti itu. Awalnya aku ragu saat dia mengajakku kembali. Tapi ternyata, dia sungguhan,” tambahnya—di sela tangisnya.
“Aku mengerti, Sooyeon-ah. Ini memang berat. Pasti akan ada jalan keluarnya,” ucap Qian.
Luhan menatap Sooyeon antara miris dan kecewa. Ternyata Sooyeon telah membohonginya. Berkata bahwa ia adalah rekan kerja Jongin, namun kenyataannya ia adalah istri dari pengusaha muda itu.
“Maafkan aku, gege,”
Luhan menoleh ke sampingnya—tepat dimana Sehun berdiri, “Kenapa tidak kau ceritakan dari awal, Sehun?,” tanyanya.
“Aku ingin melakukannya, gege. Tapi, aku tak mungkin membongkar rahasia Jongin,” jawab Sehun.
Luhan menghela napas berat, “Ya sudah. Kau sendiri tidak pulang ke Seoul?,”
Sehun menggeleng, “Besok saja. Aku masih ingin jalan-jalan di Beijing dan membeli oleh-oleh untuk Seohyun,” jawabnya.
Luhan mengangguk mengerti.
>>>
“Dimana Sooyeon?,” tanya Miyoung—pada Jongin yang duduk di hadapannya.
“Kenapa eommanim tiba-tiba datang kemari?,” tanya Jongin.
“Firasatku mengatakan kalau kau dan Sooyeon telah tiba di Seoul,” jawab Miyoung, “Sekarang dimana Sooyeon?,” tanyanya.
Jongin menjilat bibirnya, “Ngg—Sooyeon meminta untuk tetap disana beberapa hari lagi. Ia harus menghadiri acara pernikahan sahabatnya. Sedangkan aku harus kembali untuk menyelesaikan pekerjaanku,” jawabnya.
Miyoung mengangguk mengerti, “Tapi, mengapa ponsel Sooyeon tidak aktif?,” tanyanya.
Jongin menggaruk kepalanya, “K-Kemarin ponselnya tercebur di sungai. Aku berniat menggantikannya yang baru. Tapi, Sooyeon bilang nanti saja di gantinya,” jawabnya.
Lagi—Miyoung mengangguk mengerti. Sedangkan Jongin bisa menghela napas lega karena ia berhasil berbohong tanpa di curigai sedikit pun.
>>>
Yuri menghampiri Yoona dan menarik rambut Yoona, membuat Yoona merintih kesakitan.
“Sakit, eonni. Apa yang kau lakukan?,”
Yuri melepaskan rambut Yoona dari genggamannya lalu beralih menampar Yoona tepat di pipinya.
PLAKKK!!
“EONNI!,” teriak Yoona—sambil memegang pipinya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kau keterlaluan, Yoona-ah. Kau mempermalukan aku saja,” seru Yuri.
“Apa maksudmu?,” tanya Yoona.
“Kau sudah membuat hubungan Sooyeon dan Jongin hancur. Harusnya kau itu sadar diri, Yoona-ah. Jongin adalah suami dari orang lain. Kau tidak boleh merebutnya seperti kau merebut es krim orang lain,” jawab Yuri—murka.
“Aku hanya ingin mendapatkan apa yang ku inginkan, eonni,” ucap Yoona.
“Tapi bukan begitu caranya,” ucap Yuri.
Yoona beranjak berdiri, “Lalu, sekarang apa maumu, eonni?,” tanyanya.
“Lebih baik kau kembali ke Tokyo, Yoona-ah,” jawab Yuri.
“Aku tidak mau!,” tolak Yoona.
Yuri menggeram kesal, “Kalau begitu, keluar dari apartemenku!,” bentaknya.
Yoona menatap Yuri tajam, “Kau mengusirku? Beraninya kau,” ucapnya.
“Kau ingin melaporkan hal ini pada Ibumu? Kau pikir aku akan diam saja? Tinggal ku laporkan ulahmu selama disini yaitu menghancurkan rumah tangga orang lain dan kau akan di bunuh oleh Ibumu,” ancam Yuri.
Yoona terdiam. Jika Yuri melaporkan hal tersebut, Yoona pasti akan di kurung di rumahnya di Tokyo.
“Baiklah. Aku akan keluar dari apartemenmu,” putus Yoona.
>>>
“Ini untukmu!,”
Seohyun mengerjap, “A-Apa ini?,” tanyanya.
Sehun tersenyum, “Ambil dan bukalah. Anggap saja sebagai tanda permintamaafanku,” jawabnya.
Seohyun pun meraih kado pemberian Sehun dan membukanya. Ia begitu kaget saat melihat sepasang sepatu di dalam kado tersebut dengan tanda tangan idolanya, Xiao Luhan.
“K-Kau bertemu dengan Xiao Luhan?,” tanya Seohyun—tak percaya.
“Aku tidak sengaja berpapasan dengannya. Dan aku pun meminta tanda tangannya pada sepatu yang ku belikan khusus untukmu,” jawab Sehun.
Seohyun segera melepas kado tersebut hingga jatuh ke lantai. Sehun cukup kaget melihat insiden tersebut. Apa Seohyun marah?, batinnya.
Namun ternyata Seohyun malah memeluk Sehun dengan erat.
“Aku mencintaimu, Sehun oppa,” ucap Seohyun.
Sehun tersenyum mendengarnya, “Aku juga mencintaimu, Seohyunnie,” balasnya.
>>>
Sooyeon duduk di kursi yang terletak di taman dekat rumah Qian. Matanya memandang bunga-bunga yang tertiup oleh angin yang berhembus pelan.
“Sudahlah, noona,”
Sooyeon menoleh ke sampingnya. Ternyata Luhan telah duduk di sampingnya. Entah sejak kapan.
“Jangan selalu bersedih. Tidak baik untuk kesehatan,” ucap Luhan.
“Kau tidak mengerti, Lu,” ucap Sooyeon.
“Siapa bilang?,” tanya Luhan, “Aku mengerti kok perasaanmu, noona. Tapi, tidak seharusnya kau seperti ini terus. Tersenyumlah. Kebahagiaan pasti akan datang,” tambahnya.
Sooyeon menyandarkan kepalanya di bahu Luhan. Luhan sempat kaget namun ia mencoba bersikap biasa saja.
“Xie xie, Lu,” ucap Sooyeon.
“Hngg?,”
“Kau sudah mau menjadi sahabat terbaikku. Terima kasih,” ucap Sooyeon.
Luhan tersenyum mendengarnya. Tangannya bergerak untuk mengusap kepala Sooyeon.
“Sampai kapanpun, aku akan menjadi sahabat terbaik untukmu, noona,” gumam Luhan.
>>>
“Untuk apa kau kemari?,” tanya Jongin, “Dengan koper-kopermu itu? Kau mau kembali ke Tokyo?,”
“Oppa, ijinkan aku untuk tinggal disini,” pinta Yoona.
Jongin membelalakkan matanya, “Apa? Kau gila? Appa akan membunuhku jika kau tinggal disini,”
Yoona langsung menangis, “Yuri eonni mengusirku, oppa. Aku harus tinggal dimana?,” tanyanya.
“Tinggal di hotel saja,” usul Jongin.
“Hotel terlalu mahal, oppa,” ucap Yoona.
“Kalau begitu, apartemen saja,” usul Jongin.
“Aku tidak punya uang untuk menyewa apartemen,” ucap Yoona.
Jongin menghela napas berat. Dasar menyusahkan, batinnya.
>>>
Sooyeon mencoba menghubungi seseorang melalui tempat penelponan umum. Ia menunggu orang itu untuk menjawab panggilannya.
“Halo?,”
Sooyeon segera menutup teleponnya. Tangannya memegang dadanya. Napasnya pun tak beraturan.
“Akhirnya aku bisa mendengar suaramu lagi,” gumam Sooyeon.
>>>
Jongin memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya.
“Dari siapa, oppa?,” tanya Yoona.
“Tidak tahu. Mungkin orang iseng,” jawab Jongin.
“Jadi, bagaimana, sajangnim? Apakah teman anda bersedia untuk tinggal di apartemen ini?,” tanya seorang wanita setengah paruh.
“Bagaimana, Yoona-ah?,” tanya Jongin.
“Apartemen ini cukup nyaman. Aku mau kok,” jawab Yoona.
“Baiklah. Terima kasih sudah menyewa apartemen ini. Jika ada masalah, segera hubungi kami,” ucap wanita setengah paruh itu.
“Baiklah,” jawab Yoona.
“Terima kasih, Minseon-ssi,” ucap Jongin.
“Sama-sama, sajangnim. Saya permisi,”
Setelah wanita setengah paruh itu pergi, Yoona pun segera membawa koper-kopernya menuju kamarnya. Sedangkan Jongin memilih untuk duduk di sofa sambil menonton TV.
Namun, Jongin kembali teringat akan sosok yang ia cintai.
“Sudah tiga hari aku tak bertemu dengannya. Rasanya seperti tak bertemu selama tiga tahun,” gumam Jongin.
“Sooyeon-ah, apa yang sedang kau lakukan disana? Apa kau sedang memikirkan orang yang tak kau cintai lagi?,” tanya Jongin.
“Oppa, kau berbicara dengan siapa?,” tanya Yoona—yang berhasil memecahkan bayangan Jongin.
“Ah, tidak,” jawab Jongin.
>>>
Sooyeon sedang makan malam bersama Qian dan Luhan. Mereka menikmati sup buatan Qian serta kalkun panggang buatan Luhan.
“Bagaimana kalkun buatanku, noona?,” tanya Luhan.
“Hmm—sangat enak. Gurihnya terasa dan bumbunya juga,” jawab Sooyeon—ceria.
“Bagaimana dengan sup buatanku?,” tanya Qian.
“Sup buatanmu tak kalah enak kok, jiejie,” jawab Luhan.
Sooyeon mengangguk, “Sup buatanmu tak kalah lezat dari sup buatan restoran Italie dan Prancis,” sahutnya.
Qian tersenyum mendengarnya. Sedangkan Luhan merasa senang karena Sooyeon sudah kembali ceria.
Namun, tiba-tiba ponsel Luhan berdering.
Luhan segera meraih ponselnya dan mengangkatnya, “Ada apa, Sehun?,” tanyanya.
“Bisa bicara dengan Sooyeon?,”
“U-Untuk apa?,” tanya Luhan.
“Ini penting. Dia harus tahu hal ini,”
“Baiklah,” ucap Luhan—lalu menyerahkan ponselnya pada Sooyeon.
“Dari siapa?,” tanya Sooyeon.
“Sehun,” jawab Luhan.
Sooyeon pun meraih ponsel tersebut dan meletakkannya tepat di telinga kanannya.
“Ada apa, Sehun-ssi?,” tanya Sooyeon.
“Sooyeon-ssi, ada kabar buruk,”
Sooyeon menelan salivanya, “Ada apa? Apa yang terjadi?,” tanyanya.
“Kim sajangnim, Jaejoong ahjussi berada di Rumah Sakit. Beliau mengalami kecelakaan dan sekarang beliau sedang di periksa,”
Sooyeon menutup mulutnya. Ia menjadi syok. Qian dan Luhan pun bertanya-tanya.
“Pulanglah ke Seoul dan datanglah ke Rumah Sakit International South Korea,”
“B-Baiklah. Aku akan segera kesana,” jawab Sooyeon.
>>>
“Tenanglah, Jongin-ah. Kim sajangnim pasti baik-baik saja. Beliau pasti selamat,” ucap Sehun.
“Aku tidak bisa tenang, Sehun-ah. Aku takut kehilangan dia,” ucap Jongin—prustasi.
Yoona menggenggam tangan Jongin, “Tenanglah, oppa. Beliau pasti selamat,” ucapnya.
“Jangan menyentuh menantuku!,” bentak Miyoung, “Jongin sudah beristri. Kau hanyalah teman biasanya saja,”
Yoona segera melepaskan genggamannya. Ia lupa disini ada Ibu dari Sooyeon.
Pintu ruang IGD pun terbuka. Jongin, Miyoung, Sehun dan Yoona segera menghampiri seorang pria berjas putih yang keluar dari ruangan tersebut.
“Bagaimana keadaan belau, uisa?,” tanya Jongin.
“Maafkan saya, Jongin-ssi. Nyawa Kim Jaejoong tidak bisa di selamatkan,” jawab Dokter itu.
“Oh, Tuhan,” ucap Miyoung—lalu menangis.
“T-Tidak mungkin. Kau pasti bohong,” ucap Jongin—tak percaya.
“Sayangnya saya berkata jujur, Jongin-ssi. Sekarang tubuh Kim Jaejoong sedang di jahit dan di bersihkan. Saya permisi,”
Jongin langsung terjatuh ke lantai. Seluruh anggota tubuhnya lemah tak berdaya. Yoona pun memeluknya erat. Sedangkan Sehun mengusap-usap punggung Jongin.
“EOMMA!!,”
Miyoung, Jongin, Yoona dan juga Sehun menoleh ke sumber suara. Sooyeon telah tiba bersama Luhan. Sooyeon pun segera menghampiri Miyoung dan memeluknya erat.
“Apa yang terjadi, eomma?,” tanya Sooyeon.
“Jaejoong sudah pergi. Dia sudah pergi,” jawab Miyoung—disela tangisannya.
“A-Apa?,” seru Sooyeon—syok. Ia juga tak bisa menerima keadaan ini.
>>>
Jongin menatap foto Ayahnya yang terletak di dalam figura yang di letakkan di depan nisan. Proses pemakaman sudah berakhir tetapi Jongin masih betah di tempat tersebut.
“Saatnya pulang, Kim Jongin,”
Jongin menoleh, “Sooyeon-ah?,” lirihnya.
Sooyeon ikut berjongkok di samping Jongin, “Aku tahu ini berat. Kehilangan seseorang yang kita cintai itu sangat menyakitkan,” ucapnya.
Jongin menggenggam tangan Sooyeon, “Dan aku tidak ingin kehilangan orang yang ku cintai untuk kedua kalinya,” ucapnya.
“J-Jongin~”
“Apakah kau masih mencintaiku?,” tanya Jongin.
“Bukankah saat di Beijing—”
“Aku ingin kau mengatakan yang sebenarnya. Aku tahu kau masih mencintaiku. Aku pun juga masih mencintaimu, Sooyeon-ah. Aku menyesal telah menyakitimu,” ucap Jongin.
Sooyeon perlahan mengangguk. Ia tak bisa membohongi perasaannya bahwa ia pun juga masih mencintai Jongin.
“Ya, aku masih mencintaimu,” jawab Sooyeon.
Jongin tersenyum. Di peluknya tubuh istri yang ia cintai dengan erat. Sooyeon pun melakukan hal yang sama.
“Aku takkan pernah mengecewakanmu lagi, Sooyeon-ah. Aku berjanji,” ucap Jongin.
“Ya, aku percaya padamu,” jawab Sooyeon.
Disisi lain, ada enam orang yang memperhatikan mereka berdua.
“Yoona-ah, lepaskanlah dia. Aku yakin di luar sana ada orang yang lebih baik darinya,” ucap Yuri.
Yoona terdiam. Ia tak mampu mengeluarkan satu kata pun.
“Aku tak menyangka ternyata hubungan mereka hampir musnah,” ucap Miyoung.
Seohyun memeluk Miyoung erat, “Yang penting, sekarang mereka sudah kembali bersama, immo,” ucapnya—lalu beralih menatap kekasihnya yang berada di sampingnya.
Sehun tersenyum seraya mengusap kepala Seohyun.
Sedangkan Luhan menyaksikan Jongin dan Sooyeon dengan perasaan yang miris.
“Mungkin Sooyeon bukan jodohku,” gumam Luhan pelan.
>>>
2 years later~
“Tarik napas, keluarkan, dorong!,”
“Nggghhhhhhh!!!!,” seru Sooyeon—seraya mengejan. Tangannya meremas dan menarik rambut Jongin.
“Sakit, Sooyeon-ah,” ucap Jongin.
“Aku—hhh—begini—hhh—karena kau juga—hhh—kan?,” omel Sooyeon.
“Kalau tahu begini, lebih baik kemarin kita tidak usah melakukannya saja. Aku kan tidak bisa mengurus anak kecil,” ucap Jongin.
PLETAKK!!!
“HEI! KENAPA MEMUKULKU?!!,” teriak Jongin—murka.
“Jangan membuat kondisi istri anda semakin buruk, agassi. Anda harus mendukung dia,” ucap seorang bidan.
Jongin mengangguk, “I-Iya, aku mengerti,” jawabnya.
Sooyeon terus mengejan, dan..
“UWEEKKKK!!!,”
“Woah! Bayinya lahir!,” seru Jongin.
“Kau ini seperti anak kecil,” gumam Sooyeon.
“Bayinya perempuan,” ucap bidan itu.
“Kita beri nama siapa, Sooyeon-ah?,” tanya Jongin.
“Kim Luna,” jawab Sooyeon.
“Kenapa harus Luna? Seharusnya nama bayi kita itu adalah Jasmine, Elisabeth, atau Hermione,” protes Jongin.
“Luna artinya Luhan dan Yoona. Mereka adalah sahabat kita jadi aku ingin bayi kita bisa menjadi sahabat kita juga,” jawab Sooyeon.
Jongin menghela napas berat, “Baiklah. Terserahmu saja,” jawabnya.
“Kau seperti tidak menginginkan seorang anak saja,” ucap Sooyeon.
“Aku kan inginnya sebelas anak,” jawab Jongin.
PLETAKKK!!!
“KENAPA MEMUKULKU LAGI?!!,” teriak Jongin.
“Jangan berbicara yang aneh-aneh,” ucap Sooyeon.
Jongin merengut sambil mengusap kepalanya yang sepertinya sudah bengkak karena di pukul Sooyeon dua kali.
Namun, Sooyeon mengukir senyuman di bibir tipisnya. Ia tak menyangka jika ia akan berbaikan dengan Jongin dan memiliki seorang anak.
“Terima kasih, Tuhan,” gumam Sooyeon.
Jongin yang mendengarnya—ikut tersenyum seraya membelai halus rambut istrinya. Ia pun berharap dirinya akan selamanya bisa bersama Sooyeon.
END
Review, please!